*Membentuk Generasi Islam yang Rabbani melalui Dakwah dan Tarbiyah*

Berlayar ke Bumi Lancang Kuning

 
Provinsi Riau berada di kawasan Pulau Sumatera yang memiliki pulau – pulau terluar di kawasan selat Malaka.
Berhadapan dengan selat Malaka pada bagian utaranya  yang sekaligus terdapat provinsi baru hasil pemekaran.  Provinsi ini juga bertetangga langsung dengan tiga provinsi lainnya; Sumatra Barat, Sumatera Utara dan Jambi.
Provinsi Riau berdiri pada tanggal 9 Agustus 1957 M yang kemudian dimekarkan pada tahun 2004 dengan lahirnya provinsi Kepulaun Riau. Daerah yang terletak di garis khatulistiwa ini memiliki 12 kabupaten / kota. Pekanbaru adalah ibu kotanya yang merupakan daerah berkembang berkat pengelolaan kerajaan Siak pada abad ke- 18.

Pekanbaru sebagai jantung provinsi Riau sangat kental dengan adat melayunya. Kota ini sangat terkenal dengan buya dan ulamanya. “Gudang Ulama” begitulah sebagian orang mengistilahkannya. Pasalnya, generasi Robbaniy tumbuh bermekaran di daerah ini ibarat taman bunga yang selalu tersiram hujan. Di antara contohnya, Dr. KH. Musthafa Umar, Lc, MA. Beliau adalah ahli tafsir Riau yang menyelesaikan studinya (strata 3) di Malaysia. Kehidupannya selama 14 tahun di Negara Melayu itu, tidak mengubur hasratnya untuk berdakwah di Riau, Pekanbaru khususnya. Selain beliau, para asatidzah lainnya dengan berbagai bidang keahlian yang merupakan alumni Timur Tengah bertebaran di Pekanbaru menebar sunnah Rasulullah. Kampung Melayu ini ramai dengan ta’lim dan pengajian dengan beragam tema pembahasan. Masyarakatnya pun memiliki kesadaran beragama (Islam) yang cukup tinggi. Namun sebagai sunnatullah, selain suasana yang menyenangkan hati dan menenangkan jiwa ini,  banyak juga benalu – benalu yang tumbuh subur. Sebut saja di antaranya adalah pemahaman Shufi, baik shufi tempo dulu maupun shufi modern. Syi’ah pun mulai menjajaki daerah yang satu ini.

Oktober 2012 merupakan awal perjalananku “turun gunung”. Tepatnya pada tanggal 11,, ke dua kaki ini telah berpijak di atas bumi Lanncang Kuning itu. Daerah yang sangat baru bagiku. Ya... betul – betul sangat baru bagiku. Konyolnya lagi, aku ibarat memasuki hutan belantara tanpa kompas dan peralatan lainnya. Memang  satu kecerobohan dan ketololan bagiku. Daerah ini sudah dijajaki sejak enam bulan sebelumnya oleh beberapa da’i yang bergabung dalam “Halaqoh Perintis”. Namun sayangnya kami tidak sempat bertemu untuk brdiskusi dan berkonsultasi tentang gambaran daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia itu. Akibatnya, aku berangkat tanpa persiapan yang matang. Dengan semangat “Sami’na waatho’na” kulangkahkan kaki meninggalkan tanah kelahiran  setelah mendapat ridho dari keluarga, khususnya ke dua orangtua.

Berdakwah memang suatu kewajiban bagi setiap hamba yang mengaku beiman kepada Allah  Subhana Wata’ala dan hari Akhir. Apapun profesinya, hendaknya seorang muslim mengagendakan dalam senarai kehidupannya untuk berdakwah: mengajak orang kepada kebaikan, berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.
Firman Allah dan Hadits Rasulullah sudah cukup menerangkan kepada kita akan kewajiban setiap muslim untuk berdakwah. Apatahlagi sebagai seorang alumni Ma’had yang pada dasarnya dipersiapkan menjadi prajurit penerus kerja – kerja para Nabi rhodiyallahu ‘anhum ajma’in. Lima tahun lamanya tertempa dalam taman – taman syurga itu dengan para murobby yang memiliki talenta, tentunya membentuk pribadi muslim ideal atau minimal mendekati kategori itu. Seorang pribadi dapat dikategorikan sebagai muslim ideal jika memiliki karakteristik 5 M; Mu’min, Mushlih, Mujahid, Muta’awin dan Mutqin.

Berada dalam barisan “Da’i Perintis” merupakan amanah dan tanggungjawab yang sangat berat. Pasalnya, sebagai muslim yang masih hijau di dunia dakwah, kami dituntut untuk mampu merealisasikan visi wahdah Islamiyah untuk mengibarkan bendera WI di seluruh Nusantara di akhir tahun 2012. Pada waktu itu tersisa 17 provinsi yang menjadi garapan para da’i perintis untuk membentuk DPD Wahdah Islamiyah, termasuk Pekanbaru. Alhamdulillah, Ahad,  30 Desember 2012 bendera WI berhasil ditancapkan di kota Lancang Kuning dalam acara Kajian Akhir Tahun (KAT) dan Pengukuhan Pengurus DPD WI Pekanbaru yang dibuka secara resmi oleh  Wali Kota Pekanbaru, bapak H. Firdaus, ST, MT. 

Penghujung tahun 2012 sekaligus menyambut kedatangan tahun baru 2013 merupakan awal kehidupan Wahdah Islamiyah di Pekanbaru. Perjuangan menuju zona ini penuh dengan suka dan duka yang silih berganti mengisi senarai kehidupnku. Sebut saja dua bulan pertama keberadaanku di kota Pekanbaru adalah masa “krisis” bagiku. Tapi bukan krisis karena tak punya jajan atau istilah kerennya “kantong kering”. Ini soal krisis dalam bentuk lain. 

Wilayah baru tanpa  mengenal daerah dan orang – orang yang berada di dalamnya merupakan sebuah pemandangan yang tak mampu aku bahasakan.  Aku yang baru “turun gunung” tak mampu berbuat apa – apa kecuali larut dalam arus putaran waktu. Bahkan ketika itu aku hendak meninggalkan kota ini dan menyeberang ke provinsi tetangga ( Jambi ). Alhamdulillah   Allah Subhana wata’ala mencegah terealisasinya niat konyolku itu. Salah seorang penanggungjawab di DPP Wahdah Islamiyah segera menghubungi aku ketika mendengar kabar ini dari seorang da’i di Jambi.
“ Antum jangan meninggalkan kota Pekanbaru, bersabarlah di sana.  Kalaupun antum tidak memiliki kegiatan (dakwah) yang penting antum tetap menetap di kota bertuah itu” begitulah kurang lebih kata – kata yang terlontar dari lisannya  via telepon.

Bismillah, kutekadkan diri untuk tetap di ibu kota provinsi. Dua bulan terlewatkan dengan hanya membimbing mengaji seorang karyawan perusahaan tempat aku bermukim. Bosan rasanya, hari terlewatkan tanpa aktivitas yang rill. Namun, aku berharap semuanya tercatat sebagai amal pemberat timbangan kebaikan di sisi - NYA. Silaturrahim ke beberapa tokoh ternama menjadi bagian dari senarai perjalanan. Di antaranya berkunjung ke Tafaqquh Study Club binaan Dr. KH. Mustfafa Umar, Lc, MA. Tempat ini adalah awal persinggahanku ketika itu dan sempat menginap tiga hari tiga malam.  Kemudian bertandang  ke DPRD Provinsi Riau serta beberapa anggota KKSS ( Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan).

Gerakan dakwiyah yang kujalani dalam kesendirian mulai terwarnai dengan kedatangan seorang ustadz dari Sulawesi Utara di awal Desember 2012. Beliau khusus diutus untuk menjadi teman duet di atas panggung dakwah Pekanbaru. Lewat tangan beliaulah, Allah Subhana wata’ala memudahkan perjuangan ini hingga bendera WI dapat berkibar di bumi Melayu sesuai agenda. Namun satu hal yang sulit aku lupakan adalah peristiwa ketika mencari rumah kontrakan buat beliau. Seorang warga kompleks sebuah perumahan menyangka diriku bagian dari jaringan terorisme di Indonesia yang kini mencari  persembunyian dan tempat perakitan bom. Na’udzu billahi min dzalik.     
                                                  
Seorang Mahasiswa semester terakhir UIN Syarif Kasim Riau yang menemani aku ketika itu, menjelaskan secara gamblang tentang diriku, mengenai kebaradaanku di kota ini dan  Wahdah Islamiyah secara umum. Kebetulan beliaulah yang mengetahui kecurigaan atau praduga warga saat itu. Alhamdulillah semua teratasi dengan baik. Alhasil, kami mendapatkan rumah kontrakan di perumahan itu yang pada saat ini sebagai sekretariat DPD WI Pekanbaru.

Usia DPD WI Pekanbaru yang masih muda, aku yang diamanahi sebagai wakil ketua dalam susunan kepengurusan, kini menangani beberapa kegiatan diantaranya Halaqoh Tarbawiyah, Arabic Class dan mengajar PDTA (TKA/TPA) kompleks perumahan. Terkadang menggatikan imam rawatib untuk memimpin jama’ah sholat. Walaupun masih minim dari segi kuantitas, namun satu kebahagiaan tersendiri bisa menikmati indahnya bertamasya dalam dunia dakwah. Selain harapan mendapat pahala yang dijanjikan Allah subhana Wata’ala, pengalaman hidup bermu’malah dalam masyarakat dengan karakter berbeda adalah di antara buah manisnya yang dapat dipetik. 

Di mana ada gula pasti di situ ada semut”. Begitu pun perjalanan ini, kemudahan selalu disertai dengan  kesulitan. Terkadang diri ini merasa bersalah dan berdosa meninggalkan keluarga yang masih dalam kejahilan (belum tersentuh hidayah) yang mengakibatkan diri ini tidak terlalu fokus dalam setiap aktivitas. Aku hanya bisa berdo’a dan berharap semoga Allah Subhana wata’ala menyampaikan hidayah kepada mereka. Besarnya gelombang fitnah dalam kesendirian membuat iman trekadang berkurang, apalagi  masih berstatus single. Oleh karena itu hingga detik ini belum ada pembinaan bagi kaum hawa. Hal ini sebagai bentuk kewaspadaan agar tidak terjatuh dalam hal – hal yang tidak kita inginkan. “al-wiqooyatuh khairun minal’ilaaj” mencegah lebih baik dari pada mengobati. Begitulah pepatah mengberi petuah.

Kemudahan dan kesulitan saling bercampur – baur, menambah kematangan diriku dalam mengarungi kehidupan. Ibarat kopi dan susu, semakin diaduk semakin mantap rasanya. Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wasalam menghibur umatnya yang tetap bersabar dalam kesulitan dengan sabdanya”.
Artinya: “ Tidak ada sesuatu pun yang menimpa seorang muslim, baik berupa kelelahan, kesakitan, kecemasan, kesedihan, gangguan, penyakit,  kesusahan, hingga duri yang menusuknya, kecuali Allah mengampuni dosa – dosanya dengannya” (Muttafaq ‘Alaih)

Aku akhiri tulisan ini dengan mengharap cinta dan ridho Allah Subhana wata’ala. Kuhadirkan kembali sebuah pantun sang Nahkoda Kota Bertuah di akhir tahun 2012 sebagai jamuan kedatangan Wahdah Islamiyah.

Bumi Bertuah Julukan Pekan
Tuah Sakti Hamba Negeri
Pengurus DPD Wahdah Islamiyah dikukuhkan
Bersama Wujudkan Pekanbaru yang Madani
           
    Ttd
  Penulis

0 komentar:

Posting Komentar